25 Mar 2012

Mesir Dalam Lintas Sejarah

Oleh: Aep Saepulloh Darusmanwiati

Mesir dari dahulu sampai sekarang merupakan Negara yang unik dan menarik. Daya tariknya dari dahulu hingga sekarang tidak pernah surut. Bahkan, yang terjadi sebaliknya, kian haru makin melejit seiring dengan waktu yang terus bergulir. Barangkali, boleh jadi sangat tepat ungkapan sementara para pengamat yang mengatakan bahwa dengan tanpa promosi pun. Mesir akan tetap menjadi buruan para turis mancanegara. Bangunan pyramid yang megah, hamparan padang pasir yang indah, tempat-tempat sejarah yang unik, sungai Nil yang menawan, dan al-Azhar yang berdiri kokoh, merupakan di antara daya tarik penting Negara Seribu Menara ini. Dan, tidak terkecuali bagi masyarakat Indonesia.

Hemat penulis, tingginya daya tarik Mesir bagi masyarakat dunia, dan masyarakat Indonesia pada khususnya,bukan semata pada kehebatan peradabankunonya, namun juga dikarenakan factor teologis keagamaan. Factor teoogis keagamaan yang penulis maksudkan adalah, bahwa Negara ini termasuk di antara Negara sangat penting bagi tiga agama besar dunia: Islam, Yahudi dan Kristen. Hal ini Nampak misalnya, Mesir termasuk Negara yang paling banyak disebutkan dalam tiga kitab suci agama tersebut, sebagaimana akan penulis sampaikan di bawah nanti. Bahkan, termasuk di dalamnya, Mesir juga merupakan Negara yang banyak menyimpan tempat-tempat bersejarah yang erat kaitannya dengan kisah para Nabi dan Rasul.
Satu di antaranya adalah kisah Nabi Musa, Nabi Harun dengan Fir’aun. Kisah Nabi Musa as. Dengan Firaun yang merupakan kisah paling banyak diceritakan dalam al-Quran dan Perjanjian Lama, hamper semuanya terjadi di Mesir; mulai dari sejak dilahirkan, dihanyutkan ke sungai Nil, menerima wahyu, sampai peristiwa mwmbelah lautan. Karena kisah ini juga, maka sungai Nil, dan Laut Merah, dalam persepsi masyarkat Indonesia pada umumnya, seplah hanya milik dan berada di Mesir. Padhal, sebagaimana sama-sama diktahui bahwa sungai Nil dan Laut Merah tidak semata ada di Mesir, tapi juga ada di Negara-negara lainnya. Inilah, hemat penulis, yang juga menjadi daya pemikat Negara Mesir untuk masyarakat agamis dunia pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya.

Sebelum mengupas lebih jauh daya tarik-daya tarik di atas, penulis memandang sangat perlu untuk mengetengahkan terlabuih dahulu asal muasal nama Mesir itu sendiri, kemudian sisi keagamaan, dan sekilas hal-hal yang menjadi daya tarik Mesir.

Asal muasal Negara Mesir.

Terdapat beragam pendapat para sejarawan seputar asal muasal penamaan Mesir ini. Sebagian sejarawan mengatakan, disebut Mashr (red: Mesir), karena dinisbatkan pada orang yang petama kali menghuni daerah ini yang bernama Mashr atau Mashr-yem bin Markabil bin Duwabil bin Uryab bin Adam as. Para sejaraawan menyebut Mashr-yem ini sebagai Mashr pertama, mengingat terdapat tiga nama Mashr yang satu sama lain saling berkaitan keturunan (al-Maqrizi, t.th: 1/18).

Pendapat kedua mengatakan, nama Mashr ini diambil dari Mashram bin Ya’rawusy al-Jabbar bin Mashr-yem bin Markabil bin Duwabil bin Uryab bin Adam as.atau yang sring disebut dengan nama Mashr kedua. Ialah yang pertama kali menemukan negeri ini.

Pendapat ketiga mengatakan, nama ini diambil dari nama Mashr ketiga, yaitu Mashr bin Binshir bin Ham bin Nuh as. (al-Naqrizi. T.th: 1/18).

Terlepas dari perbedaan di atas, ketiga pendapat sepakat dalam satu hal, yaitu bahwa nama Mashr diambil dari orang yang pertama kali menemukan Negara ini.

Abu al-Hasan al-Mas’udi dalam buku Akhbar al-Zaman, sebagaimana dikutip oleh al-Maqrizi menuturkan, bahwa ketika putra-putra Nabi Adam as. saling dengki satu sama lain, terlebih rakusnya keturunan Qabil, Mashr bin Maqabil bin Duwabil bersama lebih dari 70 orang lainnya, pergi mengungsi dan menjauh dari kejahatan keturunan Qabil mencari tempat baru untuk dijadikan sebagai tempat tinggal dan tempat menetapnya.

Setelah sekian lama berjalan, akhirnya mereka sampai di sungai Nil. Mereka lalu menyusuri sungai Nil ini, mencari tempat yang strategis, luas dan pas. Sampai akhirnya mereka menemukan tempat yang mereka pandang cocok saat itu, yang mana tempat tersebut adalah Mesir saat ini. Mereka kemudian menetap dan bercocok tanam di dalamnya. Sampai akhirnya daerah tersebut menjadi subur dan ramai penduduknya.

Ketika banjir pada masa Nabi Nuh as. terjadi, dan seluruh daerah saat itu hancur, termasuk Mesir, negeri mesir kemudian ditempati pertama kali pasca banjir Nabi Nu as. oleh cicit Nabi Nuh as. yang bernama Mashr bin Binshir bin Ham bin Nuh as. Dan karena itu juga, negeri tersebut dinamakan Mashr, yang juga dinisbahkan kepada orang yang pertama kali menmpati daerah tersebut pasca banjir Nabi Nuh as. (al-Maqrizi, t.th: 1/19).

Dari pemaparan di atas, Nampak bahwa penamaan Mashr terjadi dua kali; sebelum dan sesudah banjir Nabi Nuh as., keduanya dinisbahkan kepada orang yang pertama kali menetap di daerah tersebut yang keduanya bernama Mashr, hanya ada Mashr pertama dan ketiga. Dari pemaparan ini juga, bahwa Mesir merupakan di antara Negara pertama di dunia yang dihuni dan ditempati oleh manusia.

Sedangkan secara bahasa, Mesir juga sangat luar biasa. Dalam bahasa Arab, Mesir mempunyai beberapa arti, di antaranya berarti penghalang, atau batas di antara dua perkara. Dinamakan demikian, karena sejak dahulu Mesir sudah menggunakan benteng sebagai pusat pertahanan dan perlindungan dari serangan musuh. Benteng ini dibangun melingkari seluruh kota, sebagai upaya pertahanan dan perlindungan bagi penduduknya. Ini artinya bahwa Mesir merupakan Negara pertama di dunia yang menggunakan benteng sebagai perthanan dari serangan musuh (Sulaiman al-Hakim, 2005:14).

Kata Mashr dalam bahasa Arab juga berarti kota peradaban, yang mana dinamakan dmikian karena peradabannya. (Ibnu Manzhur, 2006: 4/22; bdk. Sulaiman al-Hakim, 2005: 15).

Al-Jauhary mengatakan bahwa Mashr berarti sebuah kota, atau negeri berperadaban yang telah dikenal dengan peradabannya. Karena dalam bahasa Arab, sebuah nama umumnya diberikan sesuai dengan keadaan yang diberi namanya. Tidak semata negeri tersebut dinamakan Mesir yang berarti berperadaban, melainkan karena Negara tersebut kaya dengan peradabannya, karena itu ia menjadi Negara yang sangat menarik sejak dulu.

Mesir: Di antara Negara penting Tiga Agama

Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa daya tarik Negara Mesir bukan semata karena peradaban dan bangunan-bangunan bersejarah di dalamnya, akan tetapi juga ditopang oleh factor teologis, kegamaan. Dikatakan demikian, karena Mesir merupakan Negara yang banyak sekali disebutkan dalam tiga kitab suci agama; Islam, Yahudi dan Kristen. Dan tidak semata banyak isebutkan di dalamnya, melainkan juga karena terdapat banyak kisah, pelajaran, dan daya tarik tersendiri dibandingkan dengan Negara-negara lainnya.

Dalam agama Islam, misalkan, Negara Mesir merupakan Negara yang paling banyak disebutkan oleh Allah dalam al-Quran. Penyebutannya itu mengalahkan penyebutan dua kota suci umat Islam; Mekah dan Madinah.

Dalam al-Quran, Mesir disebutkan lebih dari 35 kali; lima kali secara jelas menggunakan kata Mashr, dan sisanya secara kinayah, baik dengan menggunakan kata al-Ardh, atau al-Madinah, yang maksudnya adalah kota atau negari Mesir (bandingkan dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Zulaq yang mengatakan bahwa Mesir disebutkan dalam al-Quran sebanyak 28 kali, Ibnu Zulaq, 200:3).

Adapun lima ayat yang menyebutkan kata Mashr secara jelas dimaksud adalah dalam surat Yunus: 87, Yusuf: 21, 99, al-Baqarah: 61, al-Zukhruf: 51.

Sedangkan secara kinayah, negeri Mesir disebutkan dalam 30 tempat, yaitu: dengan kata al-Madinah 5 kali; al-Ardh 18 kali; dan lain-lain. Namun menurut sebagian ulama, yang dimaksud Mesir adalah sebanyak 7 kali.

Selain dalam al-Quran, Mesir juga termasuk Negara yang bnyak disebutkan dalam kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama misalnya, Negara Mesirm hemat penulis, disebutkan lebih dari 30 kali; 7 kali ketika menceritakan tentang kisah Nabi Ibrahim as. (Kitab Kejadian, pasal: 12, 13, dan 15), 40 kali ketika mengisahkan tentang Nabi Yakub dan Nabi Yusuf bersama saudara-saudaranya (Kitab Kejadian, pasal: 36 sampai pasal paling akhir dari Kitab Kejadian, pasal 50), serta sisanya ketika mengisahkan Nabi Musa as. (Kitab Keluaran, mulai dari pasal 1 sampai pasal ke 20 tentang Sepuluh Firman Tuhan).

Demikian juga dalam Perjanjian Baru yang merupakan Kitab Suci bagi kaum Nashrani. Dalam Perjanjian Baru, hemat penulis, Mesir disebutkan paling tidak empat kali, yakni ketika berbicara tentang kisah pelarian Siti Maryam dan Yusuf an-Najjar yang membawa Nabi Isa ke Mesir (Matius, pasal: 2).

Banyaknya nama Mesir disebutkan dalam tiga kitab suci ini mengisyaratkan bahwa negeri ini merupakan negeri penting tiga agama. Dan ini juga sekaligus yang menjadi daya tarik negeri Mesir dari sisi teologis sebagaimana penulis sampaikan sebelumnya.

Daya Tarik Mesir

Banyak hal yang menjadi daya tarik Mesir. Di antaranya adalah:

1- Peradaban yang sangat tua dan luar biasa.

Para sejarawan sepakat bahwa peradaban Mesir merupakan peradaban paling tua di dunia, dan setelahnya adalah peradaban Irak (Qashash al-Anbiya wa al-Tarikh karya DR. Rusydi al-Badrawy, 1/47). Semua ini karena untuk membangun sebuah peradaban perlu tempat tinggal yang tetap dan memenuhi keperluan keperluan hidup, di antaranya air yang melimpah, tanaman, tanah atau bebatuan untuk membangun rumah, juga hewan. Dan semua ini, hanya dipenuhi, saat itu, di dua tempat saja, yaitu di Delta Nil, Mesir, dan di pinggir sungai Efrat, Irak.dan karenanya tidak mengherankan apabila para sejarawan mengatakan bahwa pusat peradaban itu lahirvkarena sungai Nil. Peradaban inilah yang kemudian dikenal dengan peradaban Mesir Kuno.

Menurut para sejarawan Mesir, di antaranya DR. Salim Hasan, peradaban Mesir kuno ini sudah ada sejak 3200 SM, di mana masa itu dikenal dengan masa Pra Sejarah. Masa ini meliputi dua dinasti, yaitu dinasti I dan II.

Setelah itu adalah fase Kerajaan Lama, dimulai dari tahun 2650 SM, yang meliputi Dinasti III sampai Dinasti VI. Pada masa ini juga dikenal dengan masa pembuatan Pyramid, mengingat pada masa ini banyuak bermunculan pyramid baik yang di Sakkara, Giza, maupun Dahsyur. Dan pyramid-pyramid ini sampai sekarang masih berdiri kokoh. Pyramid-pyramid yang ada pada saat ini merupakan di antara bukti hebat dan luar biasanya peradaban Mesir Kuna saat itu.

Demikian seterusnya sampai Dinasti XXX yang berakhir dengan Firaun Nectanebo II (360-343 SM).

Setelah peradaban Mesir Kuno berakhir, Mesir juga mengalami peradaban luar biasa dari Persia dan Romawi, yang mana Alexandria merupakan pusat peradabannya. Romawi berkuasa sampai Islam dating yang dibawa oleh panglima Amr bin Ash, pada tahun 639/640 M, pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab.

Sejak itu, ibu kota Mesir yang awalnya di Alexandria, di pindahkan ke Fushtat (daerah sekitar masjid Amru bin Ash), sebagai ibu kota Mesir pertama pada masa Islam.

Pada masa Islam, Mesir banyak mengalami pergantian dinasti, mulai dari Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Thuluniyah, Ikhsidiyah, Fatimiyah, Zankiyah, Ayyubiyah, Mamalik, Turki Usmani, dan terakhir Dinasti Muhammad Ali Basya.
Setiap dinasti yang berkuasa meninggalkan peradaban yang luar biasa, yang di antara peninggalannya itu dapat kita saksikanj saat ini. Dengan demikian, selain Mesir Kuno, Mesir juga kaya denga peradaban lainnya, yakni Persia, Romawi dan Islam.

2- Kesuburan dan kemakmurannya.

Daya tarik Mesir lainnya, terutama saat-saat dahulu, adalah kesuburan, dan kemakmuran negerinya. Karena itulah, tidak mengherankan apabila sejak dulu kala, Mesir menjadi buruan setiap orang termasuk para Nabi.

Nabi Ibrahim as., misalnya, juga pernah berkunjung ke Mesir. Baik sejarawan muslim maupun non-muslim menyepakati hal itu. Nabi Ibrahim as. dan isterinya, Sarah, dating dari Irak ke Mesir, karena masalah ekonomi, di mana Irak saat itu sedang mengalami kekeringan dan kekurangan. Hanya Mesir saat itu, yang melimpah ruah dengan berbagai kemakmuran.

DR. Abdul Hamid Jaudah al-Sahhar (1/295) mengatakan, diperkirakan Nabi Ibrahim dan Sarah ini dating ke Mesir pada masa Dinasti ke 12, dengan Firaun bernama Amnemhet II (1911-1877 SM), yang diperkirakan tahun 1898 SM. Hal ini dikuatkan dengan ditemukannya pahatan di salah satu dinding kuburan di Bani Hasan yang menggambarkan banyaknya orang yang berdatangan ke Mesir dari luar daerah Mesir, terutama Irak. Dan, ini juga menggambarkan bagaimana makmurnya Mesir saat itu.

Dari kunjungannya ke Mesir tersebut, Nabi Ibrahim as. kemudian diberikan seorang pelayan yang kemudian menjadi isterinya, Hajar.

Selain Nabi Ibrahim as. yang melakukan kunjungan ke Mesir, juga Nabi Yakub, Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya. Kedatangan Nabi Yusuf ini oleh para sejarawan diperkirakan pada masa Dinasti ke-16. Bahkan, Nabi Yusuf as. sendiri meninggal di di Mesir (Perjanjian Lama, Kitab Kejadian, pasal 50, lihat juga dalam Qashash al-Anbiya wa al-Tarikh, Yusuf Asm karya DR. Rusydi al-Badrawy). Dan kedatangan Nabi Yakub sekeluarga ke Mesir juga karena Mesir merupakan Negara sangat makmur dan melimpah saat itu.

Kemakmuran Mesir juga diabadikan oleh Allah dalam al-Quran surat al-Dukhan ayat 24-28 yang artinya sebagai berikut:

“Dan biarkanlah laut itu terbelah. Sesungguhnya mereka bala tentara yang akan ditenggelamkan. Betapa banyak taman-taman dan mataair-mataair yang mereka tinggalkan. Juga kebun-kebun serta tempat-tempat kediaman yang indah. Dan kesenangan-kesenangan yang dapat mereka nikmati di sana. Demikianlah dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain.”

Berkaitan dengan ayat itu, Ibnu al-Kanady dalam bukunya Fadhail Mashr al-Mahrusah (hal:9) mengatakan; “Apakah ada Negara di dunia ini yang dipuji oleh Allah dalam ayat di atas dengan pujian yang sangat luiar biasa, dan kenikmatan yang tiada tara, serta dipenuhi dengan banyak kemuliaan selain Mesir?”
Demikianlah bagaimana makmur dan luar biasanya Mesir pada saat itu, baik dari segi kekayaan alamnya, ekonomi dan kehidupannya. Dan hal ini terus berjalan sampai sebelum dan sesudah Islam masuk ke Mesir.

3- Keilmuan

Banyak sekali hal-hal yang sangat menarik dari Mesir. Selain peradabannya, kemakmurannya, satu di antara hal lainnya yang juga sangat luar biasa adalah keilmuan. Sejak dulu masyarakat Mesir sangat terkenal dengan keilmuannya,

Bahkan Nabi Idris yang merupakan Nabi pertama yang disebutkan oleh Allah dalam al-Quran setelah Nabi Adam as., lahir, hidup, dan meninggal di Mesir. Bahkan, menurut catatan sejarawan muslim, Nabi Idris merupakan manusia pertama yang mengajarkan baca tulis menulis. Ini artinya, bahwa tulis menulis yang merupakan sumber terbesar pengetahuan dan keilmuan sudah ada sejak awal di Mesir (Qashash al-Anbiya wa al-Tarikh, karya DR. Rasyid Badrawy, 1/47).

Pada masa Ptolemeus juga demikian. Pada masa Ptolemi I yang bergelar Soter, seorang panglima perang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, tepatnya pada tahun 323 SM, dibangun sebuah perpustakaan pertama dan terbesar di dunia saat itu, Perpustakaan Alexandria, yang berada di Alexandria.

Hingga masa Ptolemi III, sekitar 700.000 buku tersimpan di Perpustakaan Alexandria. Di Alexandria ini pula, Euclides, Archimedes, Erathostenes, dan ilmuwan-ilmuwan besar lainnya yang meletakkan dasar pengetahuan bagi umat manusia pernah menghabiskan sebagian hidupnya.

Sewaktu tentara Islam di bawah panglima Amr bin Ash menaklukan Mesir pada tahun 640 (abad 20 H), Perpustakaan Alexandria kemungkinan sudah tidak ada. Para cendikiawan masih berdebat tentang bagaimana dan kapan tepatnya perpustakaan itu lenyap. Namun sebagian besar sejarawan menilai bahwa perpustakaan di Alexandria musnah ketika Julius Caesar menyerang Mesir pada 48 SM. Perpustakaan Alexandria dibakar, dan tak kurang dari 400.000 buku hangus mennjadi abu. Belakangan, Caesar meminta maaf atas kelakuan barbar tentaranya yang membakar perpustakaan tersebut, dan menghadiahkan 200.000 buku yang dikirim dari Roma kepada Cleopatra.

Pada masa Islam, pusat keilmuan beralih ke Fustat, di mana Masjid Amr bin Ash sebagai pusat ilmu dan pengetahuannya. Masjid ini dalam perkembangan berikutnya, menjadi buruan para pencari ilmu dari selusuh pelosok dunia. Bahkan, tidak sedikit para ulama, ahli fikih, sejarawan, sastrawan, ahli hadits, ahli qiraat, ahli tafsir, dan sufi yang datang dari pelosok dunia Islam ke Mesir untuk menimba ilmu kembali ataupun mengamalkan ilmunya.

Dalam perkembangan berikutnya, pusat keilmuan berpindah ke al-Azhar, masjid yng didirikan oleh Dinasti Fatimiyah yang bermazhab Syiah Ismailiyah yang datang ke Mesir pada tahun 969 M. masjid ini dulunya betul-betul menjadi pusat dan corong keilmuan secara umum, baik yang bersifat agama maupun umum. Sekalipun awalnya didirikan sebagai pusat pengajaran mazhab Syiah Ismailiyah, namun dalam perkembangan berikutnya sampai sekarang berubah menjadi pusat pengkajian Islam termasuk mazhab Sunni, terutama setelah Salahuddin al-Ayyubi menjadi orang nomor satu yang berkuasa.

Bahkan, lebih dari itu semua, al-Azhar dalam perkembangan berikuitnya menjadi daya tarik Mesir yang sangat luar biasa. Sampai abad ke-9 H atau ke-15 M, di Masjid al-Azhar sudah terdapat sekitar 26 ruwaq dan 15 harah. Dan setiap ruwaq diberikan nama tersendiri, sesuai dengan pengelompokan mazhab seperti Mazhab Maliki, Syafii, Hanafi, dan Hanbali, atau daerah, warga Negara para murid seperti Mesir, Turki, Yaman, Marocco, dsb.

Demikianlah gambaran bagaimana orang-orang dari seluruh pelosok dunia dating berbondong-bondong menuntut ilmu di al-Azhar. Ini sekali lagi al-Azhar mempunyai daya tarik sangat signifikan untuk dating ke Mesir. Pada tahun 1945 / 1946 M, jumlah pelajar dan mahasiswa di al-Azhar mencapai 14.714 orang. Seangkan pada tahun 1958, jumlahnya naik mencapai 40.000 pelajar dan mahasiswa (Suad Mahir Muhammad, Tt: 176, 177; al-Maqrizi, Tt: 96; bdk. DR. Ahmad Muhammad Auf, 1928: 60; Kamal al-Sayyid Muhammad, 1986: 32).

Setelah munculnya al-Azhar, pada masa-masa berikutnya muncul berbagai madrasah atau sekolah lainnya, seperti al-Madrasah al-Nashiriyah. Sekolah ini dibangun oleh Salahuddin al-Ayyubi pada tahun 566 H atau 1170 M. dalam perkembangannya, sekolah ini kemudian dikenal dengan sekolah Ibnu Zain al-Tujjar, salah seorang syaikh pengajar Fikih Syafii, yang telah mengajar di sekolah tersebut dalam waktu yang sangat lama, 25 tahun, tepatnya sampai tahun 591 H.

Madrasah ini juga kemudian dikenal dengan nama al-Madrasah al-Syarifiyyah sebagai nisbah kepada salah seorang guru pada sekolah itu yang bernama al-Syarif al-Qadhi Syamsuddin Muhammad bin al-Husain al-Hanafi. Ini menunjukan, dalam perkembangan berikutnya, sekolah al-Nashiriyah tidak semata mengajarkan Fikih Syafii, tetapi juga Fikih Hanafi.

Selain itu, Salahuddin al-Ayyubi juga membangun al-Madrasah al-Qumhiyah. Pada tahun yang sama 566 H atau 1170 M. sekolah ini berada tidak jauh dari sekolah al-Nashiriyah. Sekolah ini merupakan tempat pengajaran Fikih Maliki. Sekolah ini merupakan sekolah penting dalam sejarah, mengingat di sekolah ini seorang sejarawan sekaligus filosof ternama Ibnu Khaldun mengajar dalam waktu yang sangat lama.
Madrasah lainnya yang dibangun Salahuddin al-Ayyubi di Mesir adalah al-Madrasah al-Suyufiyah, yang dibangun pada tahun 572 H / 11176 M. madrasah ini berfungsi sebagai tempat pengajaran Mazhab Hanafi. Dan madrasah ini merupakan madrasah pertama di Mesir yang khusus mengajarkan Fikih Hanafi.

Pada masa berikutnya, bermunculan madrasah-madrasah lainnya yang juga difungsikan sebagai tempat pembelajaran Mazhb Sunni, terutama empat mazhab,; Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali.

Di antaranya ada al-Madrasah al-Adiliyah yang dibangun oleh saudara kandung Salahuddin al-Aayyubi, yang bernama raja al-Adil. Madrasah ini merupakan tempat pengajaran Fikih Maliki.

Juga terdapat Madrasah Nabawiyah yang dibangun oleh Taqiyuddin Umar, juga al-Madrasah al-Fadhiliyyah yang dibangun oleh seorang Qadhi, al-Fadhil, tempat pengajaran fikih Syafii dan Maliki. Demikian juga madrasah yang dibangun oleh Sultan al-Kamil bin al-Adil, yang khusus mengakarkan ilmu hadits.

Apabila sebelum-sebelumnya madrasah itu fungsinya lebih bersifat spesifik, maka pada fase berikutnya muncul sekolah-sekolah yang dibangun yang sifatnya lebih umum. Ia tidak mengajarkan satu mazhab tertentu atau satu bidang ilmu tertentu saja, akan tetapi juga mncakup pengajaran fikih empat mazhab, seperti al-Madrasah al-Salihiyyah yang dibangun oleh Sultan al-Salih Najmuddin Ayyub pada tahun 641 H. selain fikih, di madrasah tersebut juga diajarkan ilmu-ilmu kegamaan lainnya seperti tafsir, hadits, ilmu bahasa, dan lainnya (Kumpulan tulisan sejarawan mesir, 1983: 77, 78; bdk. Suad Mahir, Tt: 168).

Selama Dinasti Ayyubiyah berkuasa di Mesir, yang kurang lebih berkuasa selama 81 tahun, jumlah madrasah yang dibangun pada masa dinasti tersebut sebanyak 21 madrasah. Ini menunjukan bahwa Mesir sampai abad ke-7 dan 8 Hijriyah pun masih menjadi buruan para pencari ilmu dari seluruh pelosok dunia. Dan bahkan, sampai saat ini.

Demikian gambaran singkat beberapa hal seputar daya tarik Mesir dari tiga sisi, peradaban, kemakmuran termasuk ekonomi dan lainnya, juga keilmuan. Semoga bermanfaat!

Modul OPM - PPMI Mesir 2010

Lihat juga Perkembangan dan Kemajuan Mesir di Era Century

Bagikan

Jangan lewatkan

Mesir Dalam Lintas Sejarah
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.