Tulisan kenangan, sebuah cerita tentang peristiwa yang saya alami saat saya menjelang umur 17 di tahun 2007. Selamat membaca!
Di sepanjang perjalanan dari Gate II, 10th District, Nasr City, menuju Asrama di Abbasiah, Kairo, pikiran saya dipenuhi masalalu ketika di pondok. Dimana masa-masa itu adalah masa-masa sulit yang harus saya lalui. Masa sulit untuk belajar karena kondisi ekonomi yang menjepit. Secara, saya hanya berasal dari keluarga biasa, ayah saya seorang petani, dan ibu saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Hati saya pun berkata; dulu, masih bisa nerus sekolah udah Alhamdulillah banget. Apalagi sampe sekolah di negeri orang, dapet beasiswa juga.” Hingga akhirnya terkenang kembali perjalanan dan perjuangan saya bisa sampai ke tempat ini.
Sama seperti kebanyakan temen-temen lainnya, ketika lulus pondok ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Saya pun demikian. Bahkan saya sudah ada niat untuk melanjutkan studi di al-Azhar sejak duduk di bangku tsanawiah. Ketika belajar materi bahasa Arab, sang guru yang memang lulusan al-Azhar University, selalu menyisipkan cerita-cerita menarik tentang al-Azhar. Dari situ saya mulai termotivasi dan mencari-cari informasi tentang apa dan bagaimana al-Azhar. Jenjang studi, kurikulum, prosedur pendaftaran, sampai kehidupan ekonomi juga social yang harus saya lalui.
Tapi, niat saya untuk melanjutkan studi ke al-Azhar selalu saja dibuat “ciut” oleh kondisi ekonomi keluarga saat itu. Ditambah lagi orangtua yang belum bisa merestui karena kondisi tersebut. Impian hanya tinggal impian. Kenyataan hanya sebuah angan.
Namun Alhamdulillah, niat saya tidak “bures”. Masih ada serpihan-serpihannya yang tersisa. Ketika memasuki jenjang Aliyah, saya mulai berkonsultasi ke beberapa guru yang lulusan al-Azhar juga. Saya ceritakan niat dan azam saya, tidak lupa juga problem utama yang saya hadapi. Dari situ barulah pikiran saya terbuka untuk mendapatkan yang namanya beasiswa. Yah, beasiswa untuk melanjutkan studi ke negeri impian. Tapi bagaimana caranya? Mulailah kata beasiswa menghantui pikiran saya seperti burung yang berputar di atas kepala kayak orang pusing gitu :D
Ditengah pencarian dan persiapan saya untuk mendapatkan beasiswa, di sekolah diadakan kelas tambahan bagi para siswa yang interes dan berkompeten di bidangnya. Lalu saya disarankan agar ikut program Tahfiz Quran, karena syarat utama untuk bisa lulus tes ke al-Azhar, apalagi ingin dapetin beasiswa, harus hafal Quran minimal 2 juz. Saya pun ambil program tersebut.
Setelah berjalan dua bulan, semua program dinon-aktifkan, untuk persiapan ujian dan pelaksanaan ujian tingkat akhir atau tiga aliyah.
Saat itu, di malam menjelang UAN, tiba-tiba saya dipanggil oleh guru saya yang menjadi pembimbing di program Tahfiz. Ada rasa takut dan enggan. Takut ada kasus serius sampai-sampai dipanggil malem-malem. Dan enggan juga untuk memenuhi panggilannya karena esoknya kelas tiga mau ujian, paling-paling disuruh piket beresin meja, bangku dan nempelin nomor untuk ujian. :D
Akhirnya saya datangi juga ke kantor sekolah. Dan tanpa basabasi, saya langsung disuruh siapkan hapalan yang sudah didapet untuk ikut tes beasiswa al-Azhar jenjang SMA. Kacaunya, tesnya diadakan esok paginya. Ah, bener-bener kacau. Nggak ada persiapan yang mateng sedikitpun! :-$
Senin pagi, tanggal 1 Mei 2007, ketika para siswa kelas tiga sedang ujian, saya dan seorang teman yang juga ikut tes, berangkat menuju Kedubes Mesir di Jakarta. Dengan berbekal niat, tekad, dan semangat untuk menggenggam impian, serta secarik kertas bertuliskan “Kedutaan Mesir, jalan Teuku Umar No. 68, Menteng”. Alhamdulillah sampai juga. Karena tes sudah mulai sejak pukul 10, saya langsung dusuguhkan soal untuk segera diisi, dan disusul dengan tes lisan.
Setelah selesai, semua peserta disuruh menunggu, karena hasil tes akan diumumkan hari itu juga. Alhamdulillah, Allah menjawab doa dan usaha saya. saya lulus tes untuk lanjut studi ke al-Azhar dengan beasiswa.
Yang pada intinya, kita memang harus selalu berbaik sangka kepada Tuhan. Dalam kondisi kehidupan yang bagaimana pun yang kita alami. Ditambah terus berharap kepadaNya dengan penuh tatakrama, tidak berputusasa, dan terus diikhtiarkan untuk mewujudkan apa yang kita cita-citakan.
Di sepanjang perjalanan dari Gate II, 10th District, Nasr City, menuju Asrama di Abbasiah, Kairo, pikiran saya dipenuhi masalalu ketika di pondok. Dimana masa-masa itu adalah masa-masa sulit yang harus saya lalui. Masa sulit untuk belajar karena kondisi ekonomi yang menjepit. Secara, saya hanya berasal dari keluarga biasa, ayah saya seorang petani, dan ibu saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Hati saya pun berkata; dulu, masih bisa nerus sekolah udah Alhamdulillah banget. Apalagi sampe sekolah di negeri orang, dapet beasiswa juga.” Hingga akhirnya terkenang kembali perjalanan dan perjuangan saya bisa sampai ke tempat ini.
Sama seperti kebanyakan temen-temen lainnya, ketika lulus pondok ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Saya pun demikian. Bahkan saya sudah ada niat untuk melanjutkan studi di al-Azhar sejak duduk di bangku tsanawiah. Ketika belajar materi bahasa Arab, sang guru yang memang lulusan al-Azhar University, selalu menyisipkan cerita-cerita menarik tentang al-Azhar. Dari situ saya mulai termotivasi dan mencari-cari informasi tentang apa dan bagaimana al-Azhar. Jenjang studi, kurikulum, prosedur pendaftaran, sampai kehidupan ekonomi juga social yang harus saya lalui.
Tapi, niat saya untuk melanjutkan studi ke al-Azhar selalu saja dibuat “ciut” oleh kondisi ekonomi keluarga saat itu. Ditambah lagi orangtua yang belum bisa merestui karena kondisi tersebut. Impian hanya tinggal impian. Kenyataan hanya sebuah angan.
Namun Alhamdulillah, niat saya tidak “bures”. Masih ada serpihan-serpihannya yang tersisa. Ketika memasuki jenjang Aliyah, saya mulai berkonsultasi ke beberapa guru yang lulusan al-Azhar juga. Saya ceritakan niat dan azam saya, tidak lupa juga problem utama yang saya hadapi. Dari situ barulah pikiran saya terbuka untuk mendapatkan yang namanya beasiswa. Yah, beasiswa untuk melanjutkan studi ke negeri impian. Tapi bagaimana caranya? Mulailah kata beasiswa menghantui pikiran saya seperti burung yang berputar di atas kepala kayak orang pusing gitu :D
Ditengah pencarian dan persiapan saya untuk mendapatkan beasiswa, di sekolah diadakan kelas tambahan bagi para siswa yang interes dan berkompeten di bidangnya. Lalu saya disarankan agar ikut program Tahfiz Quran, karena syarat utama untuk bisa lulus tes ke al-Azhar, apalagi ingin dapetin beasiswa, harus hafal Quran minimal 2 juz. Saya pun ambil program tersebut.
Setelah berjalan dua bulan, semua program dinon-aktifkan, untuk persiapan ujian dan pelaksanaan ujian tingkat akhir atau tiga aliyah.
Saat itu, di malam menjelang UAN, tiba-tiba saya dipanggil oleh guru saya yang menjadi pembimbing di program Tahfiz. Ada rasa takut dan enggan. Takut ada kasus serius sampai-sampai dipanggil malem-malem. Dan enggan juga untuk memenuhi panggilannya karena esoknya kelas tiga mau ujian, paling-paling disuruh piket beresin meja, bangku dan nempelin nomor untuk ujian. :D
Akhirnya saya datangi juga ke kantor sekolah. Dan tanpa basabasi, saya langsung disuruh siapkan hapalan yang sudah didapet untuk ikut tes beasiswa al-Azhar jenjang SMA. Kacaunya, tesnya diadakan esok paginya. Ah, bener-bener kacau. Nggak ada persiapan yang mateng sedikitpun! :-$
Senin pagi, tanggal 1 Mei 2007, ketika para siswa kelas tiga sedang ujian, saya dan seorang teman yang juga ikut tes, berangkat menuju Kedubes Mesir di Jakarta. Dengan berbekal niat, tekad, dan semangat untuk menggenggam impian, serta secarik kertas bertuliskan “Kedutaan Mesir, jalan Teuku Umar No. 68, Menteng”. Alhamdulillah sampai juga. Karena tes sudah mulai sejak pukul 10, saya langsung dusuguhkan soal untuk segera diisi, dan disusul dengan tes lisan.
Setelah selesai, semua peserta disuruh menunggu, karena hasil tes akan diumumkan hari itu juga. Alhamdulillah, Allah menjawab doa dan usaha saya. saya lulus tes untuk lanjut studi ke al-Azhar dengan beasiswa.
Yang pada intinya, kita memang harus selalu berbaik sangka kepada Tuhan. Dalam kondisi kehidupan yang bagaimana pun yang kita alami. Ditambah terus berharap kepadaNya dengan penuh tatakrama, tidak berputusasa, dan terus diikhtiarkan untuk mewujudkan apa yang kita cita-citakan.
Rizky Ahmad | Mahasiswa
Fak. Pendidikan Universitas al-Azhar Cairo - Egypt | Kontak: Facebook.com/zhieya ; @jesterch4os ; ziey31@gmai.com ; zhieya.com
Comments
Post a Comment