17 Oct 2014

Memori di Warung Makan 15 Oct 14

Setelah vacum beberapa lama dari kegiatan berpikir berat dan keras, di sebuah warung, saya bersama teman baik saya mengadakan bincang kecil dalam kasus kecil. Hingga pembicaraan menyebar dan becabang dengan sendirinya ke arah yang lebih serius.

 Berawal dari kata "susah", lalu "orang susah", "miskin" dan "kemiskinan" sampai pada dampak yang dihasilkan oleh kata-kata tersebut.

Dengan ringannya teman saya berkata: "Kenapa orang segitu mudahnya menukarkan seorang anak dengan harga yang begitu murah?". Lalu saya timpali blak-blakan: "Loe ngomong kayak gitu karena perut loe lagi kenyang !"
- Jadi karena perut lapar masalahnya? Gue juga sering laper !
- Bukan cuma laper, tapi kelaperan yang menimpa dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ekonomi yang sulit, juga pikiran yang setiap hari hanya berkutat pada "gimana caranya biar gue bisa makan hari ini?"
- Semua itu nggak akan terjadi kalo imannya kuat !
- Keadaan seperti itu bisa sangat mudah untuk menggoyahkan iman seseorang dan menukarkannya demi mengganjal perut. Jangan salahkan mereka. Loe baru akan tau gimana rasanya kalo loe bertukar posisi ma mereka. Kalo cuma keadaan susah sementara, apalagi dibaluti dengan kehidupan yang cukup, kebahagiaan yang harus selalu disyukuri, itu nggak akan mudah menggoyahkan iman seseorang. dengan catatan benteng keimanannya sudah dibentuk sejak lama dan selalu diperkuat! . . .
- Kalo gitu pemerintahnya nanti yang bakal bertanggung jawab atas setiap keluhan rakyatnya dan umat Islam lainnya yang kayak gitu (yang mengalami krisis iman seperti di atas).

Lalu saya diamkan, dan tidak melanjutkan percakapan. 

Yang bertanggung jaab bukan hanya pemimpin dan pemerintahan, tapi orang-orang Islam yang mampu di sekitarnya juga bertanggung jawab atas kejadian itu. Kenapa mereka tidak memerhatikan tetangga mereka? Kenapa mereka tidak memedulikan saudara mereka? Padahal mereka hidup berdampingan. 

Ah, sudahlah ! Urusan ini terlalu berat kalo cuma untuk dibicarakan. Lebih baik cepat take action dalam dunia nyata tanpa perlu banyak kata. Hal itu bisa dilakukan dengan cara bersedekah / donasi kepada lembaga-lembaga penyalur keuangan yang tepat pada tempatnya. Terjun ke dunia pendidikan, baik formal maupun informal. Menumbuh kembangkan rasa peduli terhadap sesama, tidak cuek dan mengacuhkan diri pada lingkungan sekitar.

Di sisi lain, bahagia itu tergantung kadar iman seseorang. Dan kadar iman setiap orang itu tidak ada yang mengetahuinya kecuali Tuhan dan (mungkin) orang itu sendiri. Barangkali seseorang yang kondisinya terlihat menyedihkan bagi orang lain ternyata dia lebih pandai bersykur dari orang yang terlihat hidupnya lebih dari cukup. Dia lebih merasakan dan mengerti arti kebahagiaan.

Bagikan

Jangan lewatkan

Memori di Warung Makan 15 Oct 14
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.