Pemimpin adalah simbol persatuan dan kesatuan umat, karena itu kebaikan umat terlihat pada seorang pemimpin dalam memangku kebijakan dan maslahat umat. Umat pun berkewajiban menjaga etika dalam bermuamalah pada mereka.
Etika pertama yang harus dijaga adalah mendoakan para pemimpin. Salafus saleh menyadari kewajiban mereka kepada para penguasa, yang baik atau pun aniaya, yaitu mendoakan untuk kebaikan mereka dan agar tiap kebijakan yang akan mereka ambil sejalan dengan nilai agama serta kemuliaan umat. Adalah Fudhail Bin Iyadh seorang yang terkenal keras dan menjaga jarak dengan para penguasa, tapi dia memahami posisi mereka. Mereka adalah para pemimpin umat, di tangan mereka lah urusan umat ini dapat terselesaikan. Fudhail pernah berkata, jika aku memiliki doa yang mustajab, ku kan berdoa untuk penguasa, karena baiknya mereka adalah kebaikan untuk umat dan negeri.
Meski demikian, ulama membedakan antara doa untuk pemimpin yang adil dan bijak dengan penguasa yang lalim dan semena-mena. Jika pemimpin yang adil didoakan dengan semua kebaikan, maka penguasa yang lalim didoakan agar mendapat hidayah dan setiap langkahnya selalu dibimbing dalam memimpin negeri.
Mendoakan para pemimpin memberikan teladan pada umat dan masyarakat secara umum untuk menghormati pemimpin mereka. Memposisikan mereka sesuai pada tempatnya sebagai simbol tertinggi Negara, dan selalu positif pada upaya yang tiada henti untuk perbaikan negeri.
Kedua, etika yang harus dijaga terhadap pemimpin adalah menghormatinya. Seorang muslim dituntut untuk menghormati saudara muslim lainya, karena itu menghormati pemimpin lebih utama dilakukan oleh setiap muslim. Pemimpin adalah khalifah Allah di muka bumi ini. Di tangan mereka tampuk kekuasaan dan urusan umat berada. Oleh karena itu seorang pemimpin harus diperlakukan secara khusus, dengan etika dan tatakrama tersendiri.
Bentuk penghormatannya pun beragam, diantaranya memanggil dengan nama kehormatan. Untuk pemimpin wilayah desa dipanggil dengan pak kades, kecamatan dengan pak camat, hingga pemimpin tertinggi Negara yaitu presiden, raja, atau sultan sesuai dengan sistem yang berlaku di tiap negeri.
Sikap hormat pada pemimpin tidak bertentangan dengan sikap kritis terhadap langkah kebijakannya dalam memimpin. Karena sikap hormat adalah hak untuk setiap pemimpin dan sikap kritis adalah hak mereka yang dipimpin namun tetap santun dalam menyampaikan kritiknya.
Manakala umat menghormati pimpinannya saat itu wibawa sang pemimpin tetap terjaga dalam pandangan masyarakat umum, begitupun hubungan pemimpin dengan ulama akan terjaga dengan baik sehingga mereka mau menerima nasihat karena merasa dihormati.
Etika ketiga yang harus dijaga terhadap pemimpin adalah mematuhi dan tidak menentangnya. Hak seorang pemimpin adalah dipatuhi. Karena di tangan mereka lah maslahat umat berada. Tapi bukan patuh yang tiada pilih perintah meski dalam kemaksiatan. Karena tidak ada kewajiban patuh dalam maksiat. Namun ketika seorang penguasa berbuat dan memerintahkan pada kemaksiatan, bukan berarti harus dilawan dengan senjata. Imam Ahmad Bin Hambal, seoang ulama yang masyhur dengan kisah mihnah alQuran di zamannya, mengalami penyiksaan yang sangat keras dari penguasa hingga tak sadarkan diri. Namun begitu beliau berpesan agar umat mendengar dan taat kepada para pemimpin dan amirul mu'minin, yang baik maupun pendurhaka, dan melarang menentang serta (keluar) memeranginya.
Comments
Post a Comment