Batasan dan Aturan Interaksi Antara Pria dan Wanita dalam Islam

Batasan dan Aturan Interaksi Antara Pria dan Wanita dalam Islam

Nukilan fatwa Mufti Prof. Dr. Syauqi Ibrahim Allam

Fatwa Tanggal: 28 Mei 2024 | Nomor Fatwa: 8393



Dalam menjawab pertanyaan mengenai batasan interaksi antara pria dan wanita, syariah Islam menawarkan pendekatan yang seimbang. Syariah tidak melarang interaksi antara wanita dan pria non-mahram secara mutlak sehingga menjadikan wanita terisolasi, namun juga tidak membiarkan interaksi tersebut tanpa batas. Islam memperbolehkan interaksi ini dengan syarat menjaga nilai-nilai dan etika Islam yang luhur.


Interaksi antara pria dan wanita di sekolah, universitas, tempat kerja, dan acara umum lainnya dibolehkan selama dilakukan dalam bingkai etika umum dan hukum syariah. Hal ini selaras dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebagai contoh, Sahl bin Sa'd al-Sa'idi RA meriwayatkan bahwa ketika Abu Usayd al-Sa'idi menikah, Nabi SAW dan para sahabatnya diundang, dan makanan disiapkan serta disajikan oleh istrinya, Umm Usayd. Imam Bukhari mencatat peristiwa ini dalam bukunya dengan judul "Bab Wanita Melayani Pria di Pesta Pernikahan."

Ibnu Bathal menjelaskan dalam "Syarh al-Bukhari" bahwa pemisahan antara pria dan wanita tidak diwajibkan bagi wanita mukmin, tetapi khusus bagi istri-istri Nabi SAW, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran: 


وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ


"Dan apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir." (Al-Ahzab: 53).


Juga dalam Shahihain, diceritakan tentang Abu Thalhah al-Ansari RA yang memberi makan tamunya dengan berpura-pura bahwa dia dan istrinya sedang makan. Nabi SAW memujinya dengan mengatakan bahwa Allah kagum dengan perbuatan mereka, dan turunlah ayat: 


وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ


"Dan mereka mengutamakan (orang lain) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan." (Al-Hasyr: 9).


Aturan utama dalam interaksi ini adalah menjaga pandangan, pendengaran, dan perasaan sesuai dengan perintah Allah, serta menghindari berdua-duaan yang tidak diperbolehkan kecuali dengan mahram. Allah berfirman: 


قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ


"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.'" (An-Nur: 30).


وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا


"Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya.'" (An-Nur: 31).


Untuk informasi lebih lanjut mengenai batasan interaksi antara pria dan wanita, Anda dapat merujuk ke tautan ini.


Demikianlah panduan ini disampaikan, semoga menjadi pedoman yang bermanfaat. Allah SWT Maha Mengetahui.

Comments