GNLD 2021: Menjadi Pelopor Masyarakat Digital

Pemalang – Transformasi digital memberikan lanskap baru di banyak lini kehidupan, mulai dari sisi sosial dalam bermasyarakat, pendidikan, pekerjaan, hingga hiburan. Transformasi digital harus dipandang sebagai satu peluang besar yang harus dioptimalkan dan dihadapi dengan berbagai persiapan, salah satunya dengan memahami literasi digital. Tema “Menjadi Pelopor Masyarakat Digital” kembali dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Rabu (1/12/2021). 

Bunga Cinka (TV Journalist) memandu diskusi dengan menghadirkan empat narasumber: Ziaulhaq Usri (Pengajar di Global Islamic School Yogyakarta), Ragil Triatmojo (Blogger), Ismita Saputri (Co-founder Pena Enterprise), Joko Priyono (Fasilitator Gerakan Literasi). Serta Sheila Siregar (Public Relation) sebagai key opinion leader.  Tema diskusi dibahas narasumber dari perspektif empat pilar literasi digital yaitu digital skill, digital safety, digital culture, digital ethics.
Joko Priyono menyampaikan bahwa transformasi digital telah mempengaruhi perubahan pola budaya masyarakat. Hiruk pikuk informasi dan segala aktivitas di ruang digital perlu dipahami sebagai kerangka untuk terus melakukan kebaikan. Dalam dunia pendidikan, digitalisasi memudahkan sarana belajar dalam kondisi pandemi. Pun dalam bidang pekerjaan, digitalisasi memunculkan berbagai peluang pekerjaan baru. 

Perubahan budaya yang baru tersebut perlu dipahami dengan meningkatkan kecakapan literasi digital sebagai bekal bagi sumber daya manusia dalam memanfaatkan sumber daya teknologi dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal dan nilai luhur. Kecakapan literasi digital yang bagus itu tidak sebatas mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab akan berbagai dimensinya. 

Kompetensi cakap digital terdiri dari kecakapan secara kognitif, yaitu memahami konsep dan mekanisme kecakapan digital terhadap upaya adaptasi di dunia digital. Kecakapan afektif yaitu kesadaran dalam diri mengenai kebutuhan dan hak digital yang disertai tujuan bersama dalam membangun sistem dunia digital. Serta kemampuan psikomotorik atau langkah praktis dan teknis terkait kemampuan dan kecakapan dalam dunia digital. 
“Dalam proses adaptasi, kecakapan digital memiliki output menjadikan diri semakin produktif. Teknologi buka penghambat melainkan mempermudah pemenuhan kebutuhan manusia dalam menyelesaikan pekerjaan dengan mudah dan praktis,” ujar Joko Priyono. 

Misalnya pemanfaatan teknologi sebagai sarana jurnalisme warga atau berbagi informasi yang bermanfaat. Atau pemanfaatan teknologi untuk kewirausahaan, mengelola platform digital sebagai sarana dalam membaca peluang bisnis, promosi produk dan jasa. 

“Yang perlu dilakukan adalah dimulai dari diri sendiri, memilih perangkat sesuai kebutuhan, menggunakan aplikasi sesuai prioritas. Mendorong diri untuk lebih produktif dan mengedukasi.  Membekali diri untuk selalu waspada dan kritis,” jelasnya.

Disisi lain Ziaulhaq Usri mengatakan bahwa pandemi mempercepat transformasi digital, terbukti dari meningkatnya pengguna internet yang 15 kali lebih banyak dibandingkan kenaikan populasi penduduknya. Maka keterampilan yang mesti diasah untuk menjadi penggerak literasi digital adalah dengan melatih cara berpikir kritis dalam menghadapi informasi, melatih komunikasi di ruang digital, saling berkolaborasi, serta berpikir kreatif dan inovatif. 

Kecakapan digital juga harus didukung dengan budaya digital yang baik. Caranya dengan turut berpartisipasi menjadi warga yang memanfaatkan teknologi untuk mendukung berbagai aktivitas. Serta beradaptasi dengan menjadikan budaya lama menjadi budaya baru, dari cara konnvensional bergeser ke ruang digital. 

“Dalam membentuk budaya digital yang baik tersebut maka penguatan karakter kebangsaan penting untuk dilakukan, caranya dengan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika pada aktivitas digital. Menggerakkan perilaku “cintai produk dalam negeri” sebagai bentuk dukungan dan melestarikan budaya,” jelas Ziaulhaq Usri. 

Lalu sebagai pelopor masyarakat digital, warganet perlu membudayakan saring sebelum sharing. Mempertimbangkan nilai kebenaran suatu informasi dengan melakukan verifikasi dan evaluasi, menimbang nilai kemanfaatan dan kepentingannya. Serta menghargai hak-hak digital pengguna lainnya. (*)

Comments