17 Mar 2022

Melihat Kesucian Anjing dari Lintas Mazhab



Anjing adalah hewan yang yang jinak, lembut dan dapat dilatih untuk membantu sang pemilik melakukan sesuatu. Seperti hewan-hewan peilharaan lainnya, secara umum, anjing dapat dijadikan teman bermain yang lucu dan juga patuh.

Namun perbedaan pendapat dikalangan ulama terkait kesucian dan kenajisan dari hewan tersebut menjadi persoalan lain yang perlu diedukasikan kepada sementara orang, karena pandangan orang umum dalam melihat kenajisan anjing dapat menyebabkan hewan tersebut hidup dalam ancaman dan jauh dari welas asih. Lalu bagai mana kita melihat anjing sebagai makhluk hidup serta pandangan ulama tentang kesucian dan kenajisannya ?

Pertama, para ulama berbeda pendapat tentang najisnya anjing, apakah seluruh tubuhnya dan yang bersumber dari hewan tersebut, ataukah hanya sebagian saja ? Mazhab Hanafi dan Hambali dalam hal ini pada salah satu pendapatnya mengatakan Anjing itu suci, kesucian yang meliputi anggota tubuhnya. Tetapi air liurnya, keringet, air mata, dan segala yang lembab yang bersumber dari tubuhnya, serta bekas-bekas yang tersisa dari makanan dan minumannya adalah najis.

Berbeda dengan mazhab Maliki, mereka berpendapat bahwa anjing itu suci, baik itu tubuhnya, air liurnya, cairan-cairan atau lendir yang datang dari tubuhnya seperti keringet, air mata, ataupun ingusnya, semuanya adalah suci. Namun perbedaan pendapat terjadi dikalangan internal mazhab maliki tentang bulu anjing, apakah bulu anjing suci atau najis, sementara pendapat mengatakan bulu anjing itu suci.

Sedangkan dalam hal ini, mazhab Syafii dan mazhab Hambali yang masyhur berpendapat tubuh dan air liur anjing adalah najis.

Dari perbedaan pendapat para ulama di atas tentang kesucian dan najisnya anjing, ada hal-hal yang perlu diperhatikan:

- Adanya anjing disuatu tempat tidak serta merta menghukumi tempat tersebut menjadi najis jika tidak ditemukan sesuatu yang diyakini kenajisannya

- Menyentuh bagian tubuh anjing yang kering dengan sesuatu yang kering, baik itu dengan badan, atau pakaian, tidak serta merta membuatnya jadi najis.

- Sementara orang menganggap bahwa kenajisan anjing dapat membatalkan wudhu jika menyentuhnya. Ada perbedaan antara kotoran atau najisnya sesuatu jika dia mengenai suatu tempat maka tempat itu harus disiram dan dibersihkan, dan antara wudhu yang bisa batal karena sebab yang telah diketahui namun bukan karena menyentuh najis.

Kesimpulan: Jika seseorang telah berwudhu lalu dia menyentuh atau terkena bulu anjing maka wudhunya tidak batal. Jika seseorang terkena air liur anjing atau cairan/lendir seperti ingus atau keringat, ulama berbeda pendapat dalam hal tersebut, apakah bagian yang terkena liur anjing itu suci atau tidak. Dalam kasus yang kedua, orang tersebut dapat mengikuti atau bertaklid dengan pada Mazhab Maliki yang berpendapat anjing itu suci. Pendapat itu juga yang menjadi rujukan kuat dalam fatwa yang ada.

Wallahu a'lam


Sumber: Syekh Majdi Asyur dengan penyesuaian

Baca selengkapnya